Rabu, 06 Februari 2013

MATA YANG HILANG



Jumpai aku pada hari berikutnya, di mana saja kau menyukainya, kebetulan aku mempunyai taman yang aku bangun sendiri ketika aku menemukan kupu-kupu bernama kamu, penuh dengan bunga yang terbuat dari kelopak matamu, rumputnya halus yang mungkin mirip rambutmu, pada setiap pekaranganya aku tanam pohon mahoni yang aku ambil dari lentik alis matamu dan berjejer lampu berwarna senja, jika sudah malam akan terlihat seperti senyumanmu. Aku suka menghabiskan waktu sendiri di taman itu, memandang langit dengan awan yang mengumpal membentuk wajahmu, bulannya yang ku pasang memang tidak begitu cerah tapi aku menyukainya sebab aku selalu ingat bulan itu adalah milik kita. “Kita” ya kita walau tanpa persetujuanmu dan kau tak mungkin tahu kapan kau memberikan bulan itu padaku, cukup aku saja yang tahu dan bagiku itu adalah kita, biarkan saja aku terlalu Percaya Diri tak perlu kau hiraukan, dan aku selalu tersenyum melihat bulan itu, bulan waktu kita bertemu, bulan yang penuh matamu, bulan yang hampir membunuhku.

Aku mengundangmu untuk datang di taman ini, sudah ku persiapkan bangku panjang bercat putih di bawah pohon “Dieffenbaccia atau daun bahagia” yang ditanam ibuku, aku ingin memandang langit bersamamu. Ketika sore datang akan aku tujukkan lukisan awan itu padamu yang aku lukis sendiri pada tangal 31 januari, “indah ya..? seperti nama mu”. Kita akan sama-sama menuggu senja, dia pasti iri padamu sebab wajahmu lebih indah darinya, setelah itu kita akan tertawa bersama memandang wajahnya yang kacau dan kalut itu, pasti lucu. Dan pada malam yang datang kita masih akan tetap di sini, akan ku tunjukkan lagi keindahan yang sebenarnya, lewat rasi bintang itu, bulan dan langit malam yang sedikit kemerahan dan pada setiap meteor yang jatuh, kita akan sama-sama menutup mata dan berdo’a tentang impian kita masing-masing hingga pada malam yang semakin larut kau juga akan larut bersama angin, lalu kita akan sama-sama membisu dan pada dinding matamu itu akan ku titipkan sajak.
"Mata ini menitihkan maaf dengan ribuan doa yang ditulis di tanah"
Aku telah menyukai semuanya dari hidupmu walau awalnya memang dari mata  yang aku anggap sebagai radar istimewa penakluk mahluk gila bernama aku. Bagaimana caramu berbicara lewat tulisan malam itu, walau sebenarnya aku belum tau bagaimana suaramu, merdu atau tidak sudah tidak penting lagi yang pasti aku sangat senang dengan caramu menghargai orang lain dan kesederhanaan yang kau katakan padaku aku percaya walau baru sejengkal mengenalmu. “Aneh bukan?” rasanya aku sudah benar-benar gila, maaf jika fotomu aku pajang di layar media kerjaku tanpa seizinmu, matamu itu yang selalu membangunkanku di waktu pagi dari sini aku merasa kau bukan orang asing lagi. Tolong jangan kau tanyakan apa alasanku menyukaimu, sebab itu sama saja denagan kau memintaku untuk menujukkan bentuk atau warna dari udara.

Waktu, aku selalu percaya pada waktu, sampailah pada waktu yang sekarang, hidup pada bayangan, foto yang aku curi di dinding rumahmu dan lagi-lagi mata itu yang sudah aku duplikatkan pada tukang mata di surga, biarkan saja aku memasang duplikat matamu sebagai lampu atau apa saja yang biasa meneragi jalanku pada kesendirian, ya aku puas bisa mengenalmu, menatap matamu, walau tak sekalipun kau tersenyum padaku. Aku sangat puas mengenal namamu yang sama seperti matamu, hidungmu, pipimu, bibirmu, alismu dan semua wajahmu yang terbalut jilbab rapi, membaca tulisanmu aku akan tersenyum beberapa jam lamanya, berguling-giling atau berjingkrak seperti anak-anak yang mendapatkan hadiah ulang tahun dari ibunya. Benar katamu sangat konyol maka jangan kau paksa aku untuk menghentikan kekonyolan ini, sebab akupun tak pernah tau kenapa aku bisa sekonyol ini tapi aku bahagia.

Begini saja, ini yang terakhir kali aku menatap matamu dengan berpura-pura membaca buku, aku sangat malu padamu, seperti pertemuan kita di siang itu, aku sudah berniat ingin menatap matamu lebih dalam dan memberikan senyuman termanisku untuk kamu, tapi nyatanya wajahku lebih dahulu memerah, aku gagal tengelam di matamu dan kau segera berpaling mencari pembicaraan yang lain. Huh..jantungku berdegub tiga kali lebih cepat dari biyasanya, sangat malu jika waktu itu kau angap aku menggangu ketenaganmu, mau ku apakan wajahku di hadapan sajak-sajak yang ku buat setiap malam. “Mau aku apakan?”, membuangnya ke tong sampah, ya…. itu yang paling tepat dan kau ku pastikan takkan terusik lagi. 

Sampai akhirnya kau benar-benar marah padaku, aku bingung setengah mati. Sampai akhirnya aku tahu siapa pemilik matamu yang sebenarnya, rasanya aku hanya sebagai tulisan sejarah kuno yang akan di bakar oleh arkeolog atau al khamis yang telah kehilangan kembalaanya. Waktuku sedah habis maka izinkan jika matamu yang membunuhku, dengan begitu kematian ku akan tanag dan tersenyum.


Toriq Fahmi
Surabaya. 040213

Ilustrasi : Zainun Nasih

2 komentar:

  1. masyaAllahh .... indah banget karyanyaa :'(
    ngenakkk sampai lubuk hatii ...
    murni bangett sihh isinya... pesannya sangat tersampaikan untuk si pembaca.

    kesempurnaan hanya milik Allah, jika wujudku kau anggap sebgai mkahluk yang unik dan membuatmu lupa diri sesungguhnya aku hanya bsa bersyukur, smua titipan Allah .
    aku senang bisa mnginspirasikan seseorng, apalgi dr hasil inspirasi itu tersirat makna do'a yang memberi penerangan dan arahan dlm khidupan ini. ttg "CINTA"
    :) mkasihhh .... orng baikkk... unikk,,, liarr .. :p

    BalasHapus
  2. terimkasih tuhan telah kau kenalkan aku padanya..sosok wanita yang bernama "indah"

    BalasHapus