Kamis, 05 Desember 2013

HARAKIRI

Toriq Fahmi

Pencapaianku sebelum perang, belajar memanah kijang, aku selalu diajak berburu kekek, dilereng gunung yang katanya rimba dan angker, tapi kakek bilang kesatria tak pernah takut setan, lalu bagaimana dengan binatang buas kek?, kakek bilang manusia lebih buas dari seekor jaguar, akhirnya aku pulang membawa seekor srigala.

Aku sudah berani berperang sekarang, setelah berminggu-minggu aku memakan daging srigala, kakek yang memanggangnya untukku, akhirnya aku jago berlari, terikanku panjang dan keras, seorang komandan harus seperti itu, kata kakek, larilah dan teriaklah sekeras mungkin beri komando untuk penyerangan, begitu pesanya. Setelah itu kakek mati dikursi

Aku pergi berperang, membawa senapan peniggalan kakek, aku bergabung dengan plajurit militer, kita disuruh berteriak serempak “merdeka” sampai berkali-kali, aku tak pernah tahu apa maksutnya, sebab kakek tak pernah mengajarkan padaku, aku hanya dilatih membidik, gesit, sembunyi dan berteriak “serang” seperti perburuan dulu, apa maksutnya, kenapa kakek tak ajarkan itu, bukankah ia mantan plajurit perang juga, tentu sama apa yang diajarkan dulu dan sekarang.

Di medan perang, aku meyandang pangkat komandan, tapi aku tak pernah teriak “merdeka”, Aku komadokan pasukanku hanya dengan kata “serang” seperti ajaran kakek, pasukanku tak terkalahkan, terbukti tak ada satupun korban, aku teriak lagi “serang”, pasukaku kebal peluru, menerjang apapun, kita tak pernah kalah.

perang usai, orang-orang teriak “merdeka”, di jalan, sawah, tokoh, di atas gedung-gedung bertingkat semua teriak “merdeka”, ada apa dengan “merdeka”, apa dengan merdeka perang telah usai, lalu aku akan kerja apa, dampak kemerdekaan telah menjadikan kematian, aku dan plajuritku pengngangguran, “merdeka” kita serempak berteriak melepaskan tembekan di dada sebelah kanan, tepat di organ liver.

Surabaya 2013

METER TERAKHIR

Toriq Fahmi

Aku belajar naik sepeda, rodanya masih dipasang empat, dua hari kemudian ayah mencopotnya satu, sampai seminggu aku bersepeda roda 3, lalu ayah mencopotnya lagi, ini bagian paling sulit tapi aku tak kawatir sebab ayah memegangi dari blakang, 1 bulan aku belajar naik sepeda ditemani ayah, sampai akhirnya aku mampu mengayuh sepeda, tapi sayang saat memulainya ayah harus memeganginya. Senagnya bukan main bisa bersepeda.

Ibu menyuruhku mengantar roti ke rumah nenek, padahal belum bisa bersepeda sepenuhnya, taka apa katanya, biar ibu memeganginya, ayo naiklah, aku naik, lalu kukayuh dan ibu melepaskanya, aku menuju rumah nenek, jaraknya sekitar 2 KM, senagnya bisa membantu ibu. Di jalan aku bersimpangan dengan truk, aku berhati-hati mengatur keseimbangan, takut jika turun dan tidak bisa memulainya lagi, aku berhasil, ini rintangan pertama.

Di jembatan penghubung antara desa ibu dan desa nenek, ku lihat kawanku ramai memancing, mereka menyapaku, aku cuek sebab takut turun sepeda dan tak bisa memulainya lagi, malu jika meminta bantuan, aku dikatai sombong sebab sudah bisa bersepeda dan tak mau menyapa, tak apa besok disekolah aku pasang alasan, aku tidak mendengar dan tidak melihatnya, ini rintangan kedua.
Sampai di desa nenek, tinggal beberapa kilo lagi, kukayuh sepedaku pelan sebab jalanya bergelombang takut jatuh dan tak bisa memulainya, takut jika meminta bantuan orang, ada kubangan besar bekas genangan air hujan semalam, keseimbanganku goyah, jika kukayuh pelan tentu aku jatuh, jika kukayuh cepat pasti air itu akan muncrat dan takut mengotori orang lewat, aku tidak bisa menghindar sebab jaraknya begitu dekat, tanpa pikir panjang kukayuh cepat, dan “crat”, air genangan muncrat untung tak ada orang lewat. Rintangan ke tiga lewat.

Rumah nenek sudah dekat tinggal beberapa meter lagi, kukayuh pelan dan mengngatur nafas, capek menempuh jarak rumah ibu ke rumah nenek dengan sepeda, aku mengatur keseimbangan agar tak turun sebab tak bisa memulainya lagi, ayo rumah nenek sudah dekat, mencoba menyemangati diri. “Tit-Tit” bel speda motor dari belakang, aku kaget, aku turun dari sepeda, sial, bagaimana ini, bagaimana aku harus memulainya aku tak berani minta bantuan orang, padahal tinggal beberapa meter lagi, aku coba memulainya sendiri, orang-orang memandangiku, malu menjadi taruhan, sangat malu jika aku gagal, 1..2..3..yah spedaku oleng tapi aku bisa mengimbanginya, yah akhirnya aku bisa bersepeda dengan sempurna.

Surabaya 2013


SIASAT TIKUS

Toriq Fahmi

Tikus, tikus, tikus, tikus
Berburu tikus di sawah
Petani dengan cangkul berburu tikus
Tikus-tikus menjadi hama, harus dibunuh

Sebelum hasil panen menurun
Maka diadakan perburuan tikus
Serempak, hari nasional perburuan tikus
Seluruh petani berkumpul, membicarakan strategi perburuan tikus
Racun-racun berbagai merek dikumpulkan
Perangkap kayu dan besi telah disiapkan
Esok, hari perburuan dimulai

Di sawah, barangkali tikus juga berkumpul
Berbicara strategi perlawanan
Ilmuan-ilmuan tikus bereksperimen
Jadilah tikus anti racun
Dimeja bundar mereka berpolitik
Cara menipu petani dan prangkapnya
Esok, menjadi hari peperangan besar

Nasib sawah terancam
Padi, jagung, kangkung tidak menjadi harapan
Racun ditebar, perangkap dipasang
Perburuan dimulai, petani kebingungan
Tikus-tikus sangat cerdik
Tanaman rusak ulah petani sendiri
Tanahnya tercemar racun, siasat tikus yang cerdas
Hasil panen menurun, petani merugi
Penen tidak menjadi janji hidup

Anak-anaknya kelaparan
Bagaimana akan sekolah, Makan saja susah
Tikus-tikus menjadi noda
Tinggallah do’a, semoga tikus mengenal tobat



Surabaya, 2013

JANGAN BERISIK

Toriq Fahmi


Seeet, diam ada sidang paripurna
Kepentingan kita sedang dijual
Kebijakan dikirim lewat sms
Sangat rahasia, rakyat tak boleh tau
Harganya miliaran rupiah

Sms disebar, kode-kode rahasia
Penghuni gorong-gorong yang tau
Besok merapat, di tempat biasa
Gang 168 pinggir jalan, turunlah ke bawah
Jangan lupa tunjukkan kartu nama

Jamuan makan malam kita
Menu keju, buatan istri-istri muda
Sangat lezat, diolah dengan resep rahasia
Makanlah dengan lahap dan kenyang
Kita terbahak sampai larut

Seeet, diam ada sidang paripurna
Kepentingan kita sedang dijual
Kebijakan dikirim lewat sms
Sangat rahasia, rakyat jelata tak boleh tau
Harganya miliaran rupiah

Surabaya 2013

MENUNGGU HUJAN TURUN

Toriq Fahmi

Kutukan musim
Sampai November cuaca masih panas
Mari bukak catatan harian
Apa yang salah, kita koreksi

Bangunan terbengkala
Jembatan tidak sambung-sambung
Mendidik tapi tak cerdas-cerdas
Wah, aku curiga dengan itu
Jangan-jangan itu penyebabnya

Bukan, “tanpa alasan”
Kita belum siap menerima hujan
Sebab suangai belum cukup menampungnya
Nanti banjir, jadi kumuh dan kotor
Penyakit menyebar, banyak yang sakit
Siapa yang susah, sehat itu mahal

Benar akan terjadi banjir, siap siaga
Bukaknkah itu agenda tahunan kita
Betul akan banyak penyakit, waspada
Andai pengobatan murah tak jadi masalah
aku semakin curing

Ini catatan harianmu
Persekongkolan bawah tanah
Semoga hujan lekas turun
Hati-hati air meluap di gorong-gorong
Dan seluruh penghuninya hanyut

Surabaya 2013