Kamis, 09 Februari 2012

CORETAN KASIH DI DINDING “YAUMUL MARHAMAH”


(Valentine’day for the lover)

Apa arti hidup jika hanya mencari keletihan disetiap penjuru keadaan, kemunafikan menghakimi membuat semuanya sunyi, hal yang takpasti hanya memberi argumentasi taklayak dipandang “AKU BAIK”, hanya saja kepastian berkata aku termutilasi, terpotong menjadi kesetiaan-kesetiaan takberwujud, semua memberi cara “BEGINILAH HIDUP” tapi tetap saja jalanya sempit sampai-sampai semut saja takmampu melintas. Haruskah setiap hamba hanya tunduk pasrah pada takdir? Kalau begitu Tuhan akan tertawa dan mencela kau hamba takberguna.

bukan kebenaran yang aku bicarakan, ini hanya sekedar coretan, coretan yang hanya membuat rusuh dipagar-pagar rumah pingir jalan.

“CINTA” kata sakral yang datang bertubi-tubi menghujam gelisah kuasa ilahi, takperlu dicari karna semua menyadari adanya dan kuasanya, jika hamba tercipta hanya untuk tunduk dan sujud maka takhayal  jika perselingkuhan mengintim membuat lupa diri siapakah hamba ini? Kebosanan mengunjing disana-sini, itu tabiat manusia yang ada sejak lahir takperlu diteliti kebenaranya, karena semua ada ketika menyadari adanya, semua murtat seperti iblis yang sombong  enggan menempelkan dahi pada hamparan di depan Adam. Layakkah membangkang jika hanya seperti debu ditiup saja terhempas dan hilang tanpa jejak, pikiran tentang kekasih hanya akan mencoret dinding yang kata Nabi  “MARHAMAH” atau lebih tepatnya  “MAHABBAH”, entah keangkuhan apa yang membutakan jalan setapak menjadi buram. 

Tolong hapus kata “MAHABBAH” ganti dengan “MUSIBAH” jika hanya memujana 5waktu dalam sehari, sedang Iman menjelma hanya saat itu saja. AKU BERIMAN tolong diam saja jangan katakana itu yang berhak menilai hanya sang Cinta, kerasisan hanya akan menegelamkan kedalam neraka terdalam walaupun teriak sekencang-kencangnya “Muahammad, Muhammad, Muhammad” ia takkan memberI safaat, malah ribuan malaikat akan bergantian memecah kepalamu yang mati-hidup, mati-hidup.

Surga yang kata nabi “jika kamu membayangkan tentang itu maka bukan itu” filosofi yang belum terpecahkan sampai sekarang, itu bertanda bahwa dalam peribadahan takpatut berharap pamrih, jangan heran jika kata munafik mencampakkanmu dari surga kelak, surga bukan tempat orang-orang yang berharap timbal balik dari apa yang dilakukanya, tapi surga tempat para Nabi dan Sahabatnya yang keiklasanya melibihi aliran nafasnya, masi pantaskah disebut diri ini beriman? Tak perlu dijawab, jangan narsis jika keimananmu hanya seperti kotoran yang menempel di ujung kuku atau seperti gudal di gusi. Masi ingat kata dunia bahwa orang yang pintar adalah orang yang mengatakan dirinya bodoh, coba raba apa kata dunia tentang itu.
Ini bukan kebenaran, sekali lagi ini hanya coretan, coretan yang aku anggap ini nostalgia, nostalgiya cinta kepada sang pencipta, saat aku masih seberkas cahaya sebelum berdarah dan berdaging.

Aku takpernah mengigat waktu itu karena tentu saja pasti saat itu aku masih sangat suci sebab aku belum menjadi aktor yang terjun dalam persandiwaran, hanya saja aku masih dilatih di sanggar teater dan belum tersertifikat untuk pentas, entah kapan aku turun aku tak pernah sadar  tiba-tiba saja aku sudah berada di atas panggung ya..panggung itu bernama “DUNIA”, pangung yang benar-benar megah layaknya panggung yang menghabiskan miliaran rupiah. Uppss..maaf panging dunia takbernilai akgka tapi bernilai kuasa. Dalam persandiwaraan antagonis atau protogonis bermuara pada Aktor masing-masing, sebang Sutradara membebaskan Aktor berexperesi semaunya dan sesukanya hanya saja yang membangkan akan dilempar. 1..2..3..Exsien mulailah permainan, cintanya(Allah) akan meliputi setiap cinta yang mencintainya.
“Jalan Rosul adalah jalan cinta, kita adalah anak-anak cinta, cinta adalah ibu kita”, begitulah kiranya saat Jalaluddin Rumi bersyair tentang cinta.

Fahmi Toriq
Surabaya 021012. 01:34 AM