I
Tamaram lampu kota menerangi wajah jalanan yang tampak kusam
Lalu-lalang kendaraan bising memecah malam dalam kodratnya
yang bisu
Tubuh itu tampak gagah dari pantulan cahaya membentuk
bayangan di muka aspal
Rambutnya panjang tergurai angin, sangat menawan seperti artis
yang sering nongol dilayar tv
II
Bayangan itu masih berkendara menyusuri tugu panjang
bertuliskan :
“Cinta bagi Pecinta”
Bayangan itu menoleh kanan dan kiri seperti sedang bingung
mencari tempat singgah untuk tuangkan secangkir kerinduan tanpa kekasih
Tasik yang gelap bersorak girang sembari mengolok-olok:
“Dia datang sendiri, bukankah tepianku hanya untuk
berpasangan”
Rumput, eceng gondok dan semua yang hidup di tepi tasik itu
mengutuk; terbahak bersahutan
“Air menjadi
malu”
III
Bayangan itu tampak
tenang duduk di atas beton pembatas jalan, di sisi secangkir kopi setia membagi
waktu dan menawarkan temannya untuk rela menjadi kekasih walau sejenak
Bayangan itu menyulutnya, mengulumnya, dan menghisap
sedalam-dalamnya; mulutnya dilumat asap kehampaan
Bayangan itu
mengamati keadaan, di sekelilingnya ada dua bayangan yang tiba-tiba
menjadi satu; apa itu?
“Sosok cinta,” kata kerikil di depannya, ia menggidik penuh
iri
Bayangan itu masih tampak tenang dengan kesetiaan asap yang
mengulum bibirnya, sesekali bibir cangkir turut melumatnya dan membagi manis
isinya
Bayangan itu masih menuggu waktu untuk kabulkan permintaan
sederhana:
”Adakah yang akan membelai rambutku?”
Riuh gemuruh pepohonan; seketika itu angin berhembus, rambutnya pun terbelai
mesra
Ah, hanya angin
IV
Lampu padam:
“bayangan hilang”
Tak ada bayangan untuk selanjutnya ia marah ditelan kecewa
pada sang majikan, memang sejak lalu bayangannya mengharap kematian
Sang majikan bingung mencari sosok indah dirinya di tanah; gegabah
seperti orang yang kehilangan sesuatu yang berharga
Hening, hanya suara kecipak berkecemuk hasil dari benturan benda lunak, tubuhnya merinding menggigil dan mengais
tanah mencari-cari bayangannya sendiri
“Ngggggg” getaran
di saku membentur panik ; ingat pada sesuatu, tangannya merogoh saku celana sebelah kanan: dengan cepat handphone serupa remote control itu digenggamnya,
sekilas cahaya remang handphone mengusik bunyi-bunyi kecipak di sampingnya; ada pesan:
“Aku pulang dulu, esok aku kembali setelah kau
selesaikan sajak cinta yang membuat aku jatuh cinta.”
Toriq fahmi
Surabaya.110512