Rabu, 17 April 2013

Bertema "KAMU"

Ini tentang kamu yang masih pagi maka ku ucapkan selamat pagi untukmu, nikmati hari ini bersamaku tanpa kau ketahui, tenag aku hanya ingin memperhatikanmu dari balik aktivitasku yang semakin membekukanku dan kaulah pencairnya, walaupun susah payah harus ku buru wajahmu terlebih dahulu setelah makan atau waktu matahari sudah mulai tenggelam. Sangat kebetulan jika aku menjumpaimu di jalan, rasanya aku akan mematung di jalan itu dan menuggu motor atau mobil yang lewat dan bruaakk..baru aku sadar, tukang hipnotis kelas kakap.

Aku kirim kisah ini padamu, lewat malam-malam yang tak pernah habis di perjual belikan di warung-warung kopi, malam hanya bisa habis oleh mentari yang seperti matamu, ya sama sepertiku yang telah habis di telan matamu itu.

besok pukul senja ku cari dirimu sampai ketemu dan kunikmati wajahmu di bawah keemasan senja yang sedang cemburu, tak peduli yang pasti kamu akan ku jadikan senja pada setiap soreku, setuju atau tidak itu terserah aku, aku tak peduli sebab aku hanya menaggalkanmu pada lagit-lagit sore sebagai pengganti senja yang telah kusam dan sudah terasa buruk dimataku sebab ku jumpai kamu yang begitu Allah.

Sudah cukup itu saja, sepertinya aku akan segera gila jika ku teruskan sajak-sajak kacau ini sebab tak mampu kujumpai kejujuran yang nyata dari artiku yang sudah menemukanmu, aku sepakat jika kamu menjadi senja, cukup itu saja, senja itu kuning keemasan tapi kamu tidak, kamu adalah senjaku yang bisa berubah warna sesukaku.

Ini serius tentang kamu, benar-benar buat kamu.
Malam ini bertemakan kamu, tentang kamu dan siapa kamu, bolehkah sedikit aku belajar untuk mengenalmu supaya perasaanku lebih jujur dan hatiku lebih masuk akal.

Toriq Fahmi
Surabaya.021813


Rabu, 17 April 2013. 09:54 PM

Aku telah menemukan jalanya, sebuah jalan dimana aku harus menyusurinya dengan kegelisahan yang amat padat.

Membuat waktu dimana lebih masuk akal dari pada sekedar tidur, bangun, kuliyah dan menyelesaikan tugas kuliyah lalu tidur lagi.

Aku telah menemukanya bermain dengan kegelisahan tentang sebuah pertanyaan yang menempel di dinding-dinding malam yang harus aku punguti satu persatu dan menyelesaikanya dengan satu perubahan disetiap paginya.

Sebuah kegelisahan tentang agama dan pembuatnya, tentang sebuah kebenaran yang sesungguhnya, tentang penghargaan dan cara menghargai tanpa harus membedakan darimana ia berasal, tentang cinta dan lagit malam yang tak pernah mengantarkanku untuk tertidur lelap seperti dulu dan setiap pagi yang menuntutku membuat rencana-rencana untuk kehidupan ke depan, apa kelak aku kan berguna bagi bagsaku atau hanya menjadi salah satu orang yang tak berguna yang tak melakukan apa-apa kemudian mati, aku tak pernah menginginkan kematianku berjalan dengan sia-sia kemudian orang-orang akan melupakanku, setidaknya setelah aku mati kelak orang-orang akan menanam namaku dengan sentuhan airmata kehilangan.

Tak ada waktu tanpa perjalanan, berbaur dengan orang-orang, berbicara tentang segala hal tentang apa yang aku ketahui di dunia ini, mendiskusikan intelektualitas dengan cara retorika yang baik dan benar tanpa harus menyinggung dan merendahkan orang lain, tak ada batasan dalam pergaulan semua ku gauli dengan cara berusaha berteman dengan baik, lintas agama, budaya, idiologi, rupa, warna, genre semua bagiku menjadi ilmu yang harus di rangkum dalam buku perjalanan sehingga sejauh apapun aku pergi aku bisa menemukan jalan untuk pulang.

Tak ada waktu tanpa mencari, mencari segala hal yang ingin aku temui, lewat buku, internet tak terkeculai warung-warung kopi yang menawarkan segala bentuk kegelisahan setiap waktu dengan harga yang cukup murah, semua ku tampung dengan senag membuat tumpukan gelisah yang harus aku selesaikan malam itu juga.

Tak ada akhir dalam pelajaran, perubahan, pergerakan, pergaulan, pencarian kebenaran dan kemerdekaan. Aku titipkan semua yang kumiliki pada setiap jalan-jalan yang pernah aku lalui, tempat-tempat yang pernah aku singgahi dan setiap orang yang pernah ku jumpai, semua ku akhiri dengan cara cinta yang luar biyasa yang berakhir dengan kesadaran bahwa aku adalah sebuah karya dan harus berkarya.

Toriq Fahmi