Minggu, 10 Februari 2013

WAKTU MERAH, PUTIH, COKLAT




Semula, sudah ku sisihkan separuh merah di dadamu
Entah pada dadamu berwarna apa
Mungkin jingga, atau sudah lebam membiru
Biarkan warna itu bertahan sampai memutih
Sama seperti rambutku.
Hitung saja setiap helanya berapa yang memutih
Itulah waktu di mana aku menuggu.

simpan saja waktu itu, sembunyikan dariku
sampai yang putih  berubah kecoklatan

bau tanah, aku tengelam dan kembali

toriq fahmi
050613

SAJAK LUKA


Masih tentang malam, sudah ku katakan berulang kali aku tak bisa membencimu Nai, harus ku apakan lagi, bayanganmu akan semakin dekat dan dekat seperti memaksaku untuk mengingat saat pertama bibirku menyentuh bibirmu, atau lebih kejamnya kau memaksaku mengajak mengunyah puting susumu merabah perut dan selangkanganmu, aku bosan sayang, sangat bosan berhayal tanpa kamu, ahh sudahlah tak perlu diingat sebab di sana kau sudah berciuman dengan laki-laki lain dan akan memberikan susu yang aku besarkan itu pada orang lain atau kemaluanmu yang belum pernah aku jamah sekalipun.

Naila sayang tolong degarkan laki-laki gilamu ini, aku selalu membahas tentang kamu membicarakanya dengan sepi sejauh mana kau mencintainya, aku tak pernah tau isi hatimu yang aku tau hanya keadaanmu yang tersenyum di sana tanpaku, aku di sini di balik awan memperhatikanmu yang tak sejengkalpun terluput dan maaf sayang saat kau mandipun aku selalu memperhatikanmu, di mana kau bersahabat dengan busa dan gelembung betapa beruntungnya mereka biasa menyentuh tubuh mulusmu itu terkadang aku merasa sangat iri ingin rasanya menjadi sabun saja atau kain yang menutupi kemaluanmu.

hahahah…bitapa gilanya laki-lakimu ini, kau tau apa yang dikatakana sepi waktu itu?  “sudahlah bukankah aku kekasihmu yang paling setia”, ya aku tau kau yang setia haruskah aku menciummu dan bercumbu denganmu?, dia hanya terdiam, tiba-tiba malam menjadi gerimis aku kembali menyakitinya dan seperti biyasa aku tak pernah peduli pada sepi, hatiku telah mati ketika sepi semakin memeluk erat dengan gerimisnya malah bayanganmu sayang yang membuat aku begitu jahat, segera aku akan menulis sajak di tanah yang sedikit basah.

“aku terbakar dalam kedinginan, mencari cela dimana aku harus membeku, sunguh aku tak ingin mati atau menghilang, birkan aku membeku di sisi hatimu, tapi nyatanya kau selalu mencairkanku menyuruhku telanjang dan memperlihatkan kemaluanku di depanmu, grimis ayo memutihlah seperti salju, aku siap membeku menyatu dengan kekasihmu tanah”

Naila Sayangku apa kau sudah lupa dulu kau pernah bilang, “ketika aku menginginkan langit kau akan berbah menjadi langit  atau apa saja yang aku inginkan kau akan menjelma serupa, bahkan lebih dari yang aku inginkan termasuk menjadi sepi dan grimis, sekalipun kau tak pernah luput berubah menjadi malam”. Sangat indah tapi sayang kau sudah berubah menjadi kupu-kupu dan terbang meningalkan tangkai yang sedikit rapuh ini dan aku tau dalam perjalananmu kau akan dimakan elang.

Sayang haruskah aku membencimu dan mencari wanita baru, jangan paksa aku sayang, aku tak pernah serius pada mereka sebab aku tau matamu selalu membunuhku, sekarang apa lagi, kau menyuruhku menuggu? Bukankah kau tau,  aku sangat membencinya walau dia sangat menyukaiku. apa lagi sayang..apa lagi, apa aku harus ihlas melepasmu, aku rasa tidak akan sayang, tidak akan, kau harus di sini kembali menemuiku dan menyuruhku menulis sajak lagi di tanah yang basah, bahkan ketiaka kau berani kembali nanti aku tak akan lagi menulis sajak di tanah, tapi aku akan menulis di langit dengan darahku, sekarang lihatlah di langit yang sudah mulai memerah oleh darahku lihatlah dan baca sajakku yang semakin gila itu
*“kau takkan mengerti segala lukaku karena cinta telah sembunyikan pisaunya”

*dikutip dari sajak karya ws.rendra “kemerdekaan tanpa cinta”

Toriq fahmi
Ilustrasi: Zainun Nasih