Kamis, 31 Mei 2012

Mata Air, mata




“mendung dirundung duka, pada pelupuk mata ia cairkan gemercik luka”

bukan tanpa alasan ia hadir

mataku, matamu;
bertemu pada mata malam yang sembab

Surabaya, 280512

Kamis, 10 Mei 2012

BAYANGAN


I
Tamaram lampu kota menerangi wajah jalanan yang tampak kusam
Lalu-lalang kendaraan bising memecah malam dalam kodratnya yang bisu
Tubuh itu tampak gagah dari pantulan cahaya membentuk bayangan di muka aspal
Rambutnya panjang tergurai angin, sangat menawan seperti artis yang sering nongol dilayar tv

II
Bayangan itu masih berkendara menyusuri tugu panjang bertuliskan :
“Cinta bagi Pecinta”

Bayangan itu menoleh kanan dan kiri seperti sedang bingung mencari tempat singgah untuk tuangkan secangkir kerinduan tanpa kekasih
Tasik yang gelap bersorak girang sembari mengolok-olok:
“Dia datang sendiri, bukankah tepianku hanya untuk berpasangan”

Rumput, eceng gondok dan semua yang hidup di tepi tasik itu mengutuk; terbahak bersahutan
“Air menjadi malu”
III

Bayangan itu tampak tenang duduk di atas beton pembatas jalan, di sisi secangkir kopi setia membagi waktu dan menawarkan temannya untuk rela menjadi kekasih walau sejenak

Bayangan itu menyulutnya, mengulumnya, dan menghisap sedalam-dalamnya; mulutnya dilumat asap kehampaan

Bayangan itu  mengamati keadaan, di sekelilingnya ada dua bayangan yang tiba-tiba menjadi satu; apa itu?
“Sosok cinta,” kata kerikil di depannya, ia menggidik penuh iri

Bayangan itu masih tampak tenang dengan kesetiaan asap yang mengulum bibirnya, sesekali bibir cangkir turut melumatnya dan membagi manis isinya

Bayangan itu masih menuggu waktu untuk kabulkan permintaan sederhana:
 ”Adakah yang akan membelai rambutku?”
Riuh gemuruh pepohonan; seketika itu angin berhembus, rambutnya pun terbelai mesra

Ah, hanya angin

IV
Lampu padam:
“bayangan hilang”

Tak ada bayangan untuk selanjutnya ia marah ditelan kecewa pada sang majikan, memang sejak lalu bayangannya mengharap kematian

Sang majikan bingung mencari sosok indah dirinya di tanah; gegabah seperti orang yang kehilangan sesuatu yang berharga

Hening, hanya suara kecipak berkecemuk hasil dari benturan benda lunak, tubuhnya merinding menggigil dan mengais tanah mencari-cari bayangannya sendiri

“Ngggggg” getaran di saku membentur panik ; ingat pada sesuatu, tangannya merogoh saku celana sebelah kanan: dengan cepat handphone serupa remote control itu digenggamnya, sekilas cahaya remang handphone mengusik bunyi-bunyi kecipak di sampingnya; ada pesan:
  
“Aku pulang dulu, esok aku kembali setelah kau selesaikan sajak cinta yang membuat aku jatuh cinta.”  

Toriq fahmi
Surabaya.110512

Rabu, 09 Mei 2012

SEHELAI DAUN


1.
Helai daun gugur menerpa wajah tanah yang basah
lembabnya terasa meresap pada ujung tangkainya 
Tubuhnya kering
Wajahnya layu.


2.
Hembusan angin yang berdendang merdu menyerupai ketukan Dol pembangkit arwah; menawarkan kehidupan kembali 

bunyi-bunyi yang memanggil berarah dari tepi barat yang menebarkan sejuk di penghulu waktu antara siang dan malam; paginya berpijar cerah, sorenya menyapa ramah


3.
Terbanglah ia hingga larut pada etalase yang melambai mesrah menawarkan laut dan pasirnya juga bukit dan pohonnya; semuanya hinggap pada langit jingga purnama

4.
Ajaib menjelma di serat kering yang layu, semuanya menghijau; 
daunpun kembali pada tangkainya

mulailah berlalu-lalang bersama angin yang menari lembut sembari bersanendung riuh seperti tiupan Serunai pemanggil hujan; rinainya mulai bernyanyi dengan gemercik air yang menetes dari dahan ke tanah

5.
"hingga di penghujung masa"

1.
Helai daun gugur menerpa wajah tanah yang basah
lembabnya terasa meresap pada ujung tangkainya
Tubuhnya kering
Wajahnya layu


Torik fahmi
bengkulu,050512


SAJAK 1/3 PERJALANAN



1/KRETA TUA
Jerit kereta tua menelan tubuh rel yang telah renta
Awaknya menyimpan perjalanan puluhan tahun lamanya
Warnanya yang telah usang ramah menyapa tanah
Kreta tua itu masih berlari membawa impian di masa yang akan datang

2/PEDAGANG ASONG
“Kehidupan dalam gerbong yang melaju secepat kereta itu meluncur, memeras wajah-wajah tua akan senandung kehidupan hari berikutnya, tak kenal waktu terang atau petang ia terus berlari mengikuti laju kreta yang kian lelah, waktunya habis dimakan suara-suara miris menjajakan makanannya. Terbeli dan tidak adalah nasib yang harus ditumpu di atas telapak tanganya”

Begitulah sajakku mengalir tentang mereka, mencoba sesayu mungkin tapi kesayuanya masih saja terutup rasa angkuh yang aku dirikan di atas sandal gunung seharga 40ribuan. aku menatap lekat pada lekuk otot kriput tangan dan wajahnya, lesu dan sayu membuatku bergidik ingin memberi, sedang uang saku pemberian ibuku hanya cukup untuk hidup seminggu, sesekali aku meregoh sakuku ada selembaran 2ribu aku sempatkan membeli tahu dan kebetulan aku lapar waktu itu.

“Miris melihat nenek tua dan laki-laki bisu menawarkan jualanya, sayang aku tak bisa berbuat banyak ketika aku meneggok dompetku yang isinya hanya 10rbu”

Lalu-lalang para pengasong terus menghujamiku dengan sajak-sajak pilu, aku terdiam; lalu aku lempar sajak-sajak itu keluar dari jendela gerbong seolah angin yang berhembus masuk mengiyakan perbuatanku hingga tak seberapa lama ia berhasil menidurkanku dan menarikku kedalam mimpi; mimpi tentang laba-laba yang menganyam rumahnya dengan teliti dan rapi sembari bekerja ia mengagetkanku dengan suara tua tertatih:

“akupun mampu membayangkan sajak yang kau tumpahkan meloncati jendela gerbong menganga meriuhkan atap sebab angin berhembus lancang. Mungkin akupun akan lebih pilu bila Tuhan pada waktu itu mengizinkan aku 'tuk menemui menjadi saksi dari cerita sajak yang kau lempar tadi”

3/JALANAN
Perjalananku tidak begitu panjang hanya melewati daratan dan lautan tapi lekuk jalanan cukup untuk mengocok-ngocok perutku. Aku mual di atas kendaraan yang membawaku ketepian , namun sejuta keajaiban menarikku pada dunia baru yang belum pernah aku temui sebelumnya.

sajakku mengalir deras:

Di selembar daun aku kabarkan  tentang  tanah dan air yang aku lihat sejak hari masih dini, Yang dimana tubuhnya terguyur  oleh ombak di pesisir-pesisir pasir dan tebing , Ia menari di cela-cela cahaya yang hampir meredup, mendendangkan nyayian di waktu subuh dan senja
Aku ingin bercerita , kepada siapa saja tentang negeri yang aku jejaki hingga di penghujung malam nanti. Aku ingin tungkan semuanya, kepada siapa saja “ini ada secangkir nirwana”
Namun tak ada siapa-siapa, hanya ada pohon, jalan, batu, tanah, air, tebing , gunung dan bangunan tua.

Aku sajikan pertanyaan:

1/ Aku bertanya pada senja yang hampir terkikis “akankah semua sirna?”
Pertanyaanku melengkung di sela-sela reranting pohon tua yang kering
Aku menganguk walau semu.

2/ Aku bertanya pada fajar yang mulai menyingsing di ufuk timur “apakah semua akan binasa?”
Pertanyaanku lurus membentur dinding rumah tua peninggalan belanda
Aku menganguk dalam bisu.


Toriq Fahmi
surabaya, jakarta, bengkulu. 5,4,6.05.12





Rabu, 25 April 2012

BOSANOVA



Hitam, kelam
Seraut wajah melukis bayangan dalam benak kehampaan yang meluas di dinding tembok berlubang

Merah , merona
Melukis anyaman sajak pada tarian kanfas yang membelah bukit berbatu granit

Hijau, buram
Lensa menerawang semak dedaunan bernuansa  kering  yang meradang pada kerut alis mata

Biru, suram
Pandangan pudar sebab mendung membalut sunyi dalam gelegar kilat yang menyambar

Kuning, suram
Secercah cahaya membagi sinar di bilik murung rerumputan menuggu datangnya hujan


Toriq fahmi
surabaya,260412



BERITA LUKA

Secarik kertas
Melayang bersama luka menista
Kalimatnya lenyap terbawa lamunan di penghujung senja
Waktu membawa bentuk tubuh bersayap serupa malaikat

Sajakku seperti gadis tak berlipstik
Kosong tak berwarna
Lalu untuk apa?
Untuk gerimis yang membentuk bulatan basah di permukaan syairku

Jejakmu membekas menyerupa tapal kuda
Hilang tak bermakna
Lantas untuk apa?
Untuk hujan yang membasahi kering kemarau pada ujung jiwaku

Mataku nanar
Wajahku sukar
Aku seperti asap menghapus sembab pada jiwa yang merona, merana



Toriq fahmi
surabaya,260412

HALU_SINASI


Lembaran sabda yang terurai lembut pada kitab imanku. Malamku merebut cahaya dalam dekap waktu di penghujung jalan. Angin berhembus halus menerbangkan helai bulu-bulu biru. Lembaran dengan halaman lukisan kucing bercakar runcing menerpaku pada ingatan akan nyawa kehidupan yang satu. Aku resah ditelan gelombang  di permukaan  pasir-pasir kasar. Hanya secuil yang aku punya meresahkan asaku yang lama tertimbun tanah.

Melamun bersama wajah mendung
Merenung berteman senandung hujan

Halusinasiku hidup menarikku kedasar hutan yang melupakanku  pada arah jalan pulang



Toriq fahmi
surabaya,260412

MENANTI

Ini surat
Melayang bersama sepi yang menjadi
Kalimatnya lenyap dimakan gurat kerinduan awak kepada kapalnya

Kau menggengam harapan
"Memekik bersama sajak penantian"

Di sini
Aku masih menyimpan segenggam berlian untuk kau kenakan di peraduan kelak

Di sana
Kau tetap persiapkan segelas susu untuk aku teguk esok di geladak

Mari…mari kita impikan pertemuan kau dan aku  berdansa bersama secawan rasa



Fahmi
Surabaya,260412






MENCARI-CARI

Sudahlama aku menyimpan kerinduan pada tasik berair biru
Jiwaku renta
Tubuhku tua
Aku berteman hampa menuggu padi menguning

Kemana? 
Oase di gurun pasir itu
Kemana? 
Tasik di padang rumput itu

Aku masih berkelana mengitari gelombang yang mendebur pada kunci kemarau
Peluhku menggaram
Pandanganku memburam
Cukuplah aku hidup dalam bayang ketidak pastian

Aku terkoyak gersang
Menjadi abu
Menjadi debu



Toriq Fahmi
Surabaya,260412
               







Senin, 16 April 2012

NO HOKI

Pada gumpalan darah nyawa berdesir liar. Berselimut tiga kegelapan dalam bait kuasa sang maha. Segumpal tanah tertiup nafas berlafat. Dalam sejengkal balai seluruh tubuh menggumam lirih, Allah…
Allah
                Allah
                                Allah
                                                Allah      AKU HIDUP
                    Allah
                Allah
Allah

HOKI
Pertanyaan luruh pada secawan darah
Mengalir
Mendesir
Membentuk  kata pada detak jantung yang bersyair
AKU HIDUP

Dunia menghardik
Cacat
                Cacat
Cacat
Kembalilah pada ketiadaan
Takdirmu gelap
Nasibmu kelam
“Hidup padaku sebagai kutu”



Toriq fahmi
surabaya,170412

Sabtu, 14 April 2012

Satu tubuh

Kun Fayakun
Nyawa berdesir pada gumpalan tanah berbentuk
Telanjang mengumam pada alam
 Hijau
 Biru
Putih   
Coklat lalu Menghitam

Abjad terputus pada hamparan laut berombak
kata terikat pada langit berawan
Setiap kalimat membekas pada tanah berjejak
Aku sepi, aku sunyi, aku pun bisu
Adam bersenggama di atas batu berukiran “MANUSIA”

Kun Fayakun
Adam di negeriku
Hawa di negaraku.

Garuda terikat di dinding pembatas
Memantulkan cahaya pada cermin
Menyilaukan parit berwarna hijau
Tak dapat menerawang. Buram, suram

Kun Fayakun
Di sini tempat bermain ulat
Di sini pesta para cacing

Tempat sejuk rumah berteduh
Suara air berseruling merdu
Menari segerombolan mahluk kecil tak bernama
Lumut, rumput semua bernyanyi

Kun Fayakun
Negeriku tanah
Negeriku laut

Serpihan pulau membentuk seperti puzzle
Kepala kecil riuh gemuruh bagai ombak
Berebut kemenangan untuk merangkai
Aku, aku, aku, cekekeh kecil membentuk kesatuan

Tubuh renta pasrah bergoyang dengan kursinya
Nampak keriput seluruh tubuh hasil perjuangan


Kun Fayakun
Tanahku suci
Airku jernih

Hembusan bayu menerpa penuh tentram
Tangan bercangkul bergumal dengan tanah
Tetes keringat mendesah bersama sawah
Panen, panen, panen senyum mengayun penuh damai

Kembang layar para pelaut siap mengais mangsanya
“Bes kholobes kuntul bares” sambil menarik jalanya

Kun Fayakun
Merah darahku
Putih tulangku

Kibaran keberanian mengangkat harkat
Lambaian kesucian menarik martabat
Aku pejuang hidup di atas tanah
Aku pahlawan mati di bawah tanah

Kun Fayakun
Aku api
Aku udara
Aku air
Aku petir
Aku tanah
Membakar, menghembus, menyiram, mengkilat, menimbun
Membentuk satu tubuh dalam raga tanah air

peksiminas. seleksi campus
Surabaya,140412
12:13 PM


Senin, 09 April 2012

DENGAN MENYEBUT NAMA PUISI


Alif_lam_mim. puisi Bernyawa
jalur air terbendung
terseok
tertatih
aku mengais Belukar


Alif_lam_rok. puisi Hilang
malam cahaya mengering
sepi
sunyi
aku tertanam Akar


Nun. puisi Tutup
hari tak bernama
kosong
kering
aku terbelenggu Sukar


Ya_sin. puisi Mati
kubur gelap takbertahlil
sesat
murtat
aku melayang Hambar




fahmi toriq
Surabaya.060412

Kamis, 05 April 2012

Kun fayakun, Abra kadabra

Kun fayakun, Abra kadabra

Bentuk mahluk serupa manungsa
Menungsa serupa mahluk berbentuk

jadi
jadi jadi
jadi jadi jadi
jadi
                                                    jadi            jadi jadi jadi jadi           jadi
                                                 jadi               jadi jadi jadi jadi               jadi
                                             jadi                   jadi jadi jadi jadi                 jadi
                                          jadi                      jadi jadi jadi jadi                    jadi
                                                              jadi                            jadi
                                                            jadi                                jadi
                                                          jadi                                    jadi
                                                        jadi                                        jadi
                                                       jadi                                            jadi

ada ada ada
ada ada
ada

kun fayakun
abra kadabra
tanah bernyawa

Toriq Fahmi
Surabaya,050412

Senin, 26 Maret 2012

POLOS

Singgah dibelantara malam
Pada gelap aku bertanya
Bencikah kau pada terang...?
Hampa takada suara...

Pagi aku berbisik...
Kala mentari tersenyum terang
Musuhkah gelap bagimu...?
Kosong  takbermakna...

Sial benar-benar menyebalkan
Semua bisu...
hanya angin yang menghujat walau takterlihat
“pertanyaanku sampah”

Aku takingin gelap
Aku juga benci terang
Lantas kemana...?
“Kubur  aku di tempat di mana gelap terlihat terang”
“jemur aku yang di mana terang terasa gelap”

Takada yang mengerti
Lantas apa gelap dan terang demikian...?
Pertanyaanya hanya akan kugantung pada kolong langit
Masa bodoh denganya

(asapku takberwarna)

Ha..ha..ha..
Ini kegilaanku karna ini kesukaanku
Kutumpahkan keluh pada huruf
Di mata sepetinya mereka telanjang
Mulailah mereka menakrikku ke ranjang

Aku suka huruf "W"atau huruf "V"
Sangat mengairahkan membuat konak melengkuh panjang
Aku mau...?
Tapi aku takut "B" membesar
"X" memangilku “oooohh betapa nikmatnya”

Aku telanjang ...
Aku mengeliat seperti cacing tanah
Panjang nafas tercekal pada detik menit
Aaah...eranganku bising mengusik tenag

Gelap dan terang bertekuk pada bawah selangkang..mampus..
Aaah...kembali mengerag panjang
Imajinasi pecah sadar jemari menggengam vital "P"
“Sial nyatanya aku sedang onani”


toriq fahmi
Surabaya.260312


Kamis, 09 Februari 2012

CORETAN KASIH DI DINDING “YAUMUL MARHAMAH”


(Valentine’day for the lover)

Apa arti hidup jika hanya mencari keletihan disetiap penjuru keadaan, kemunafikan menghakimi membuat semuanya sunyi, hal yang takpasti hanya memberi argumentasi taklayak dipandang “AKU BAIK”, hanya saja kepastian berkata aku termutilasi, terpotong menjadi kesetiaan-kesetiaan takberwujud, semua memberi cara “BEGINILAH HIDUP” tapi tetap saja jalanya sempit sampai-sampai semut saja takmampu melintas. Haruskah setiap hamba hanya tunduk pasrah pada takdir? Kalau begitu Tuhan akan tertawa dan mencela kau hamba takberguna.

bukan kebenaran yang aku bicarakan, ini hanya sekedar coretan, coretan yang hanya membuat rusuh dipagar-pagar rumah pingir jalan.

“CINTA” kata sakral yang datang bertubi-tubi menghujam gelisah kuasa ilahi, takperlu dicari karna semua menyadari adanya dan kuasanya, jika hamba tercipta hanya untuk tunduk dan sujud maka takhayal  jika perselingkuhan mengintim membuat lupa diri siapakah hamba ini? Kebosanan mengunjing disana-sini, itu tabiat manusia yang ada sejak lahir takperlu diteliti kebenaranya, karena semua ada ketika menyadari adanya, semua murtat seperti iblis yang sombong  enggan menempelkan dahi pada hamparan di depan Adam. Layakkah membangkang jika hanya seperti debu ditiup saja terhempas dan hilang tanpa jejak, pikiran tentang kekasih hanya akan mencoret dinding yang kata Nabi  “MARHAMAH” atau lebih tepatnya  “MAHABBAH”, entah keangkuhan apa yang membutakan jalan setapak menjadi buram. 

Tolong hapus kata “MAHABBAH” ganti dengan “MUSIBAH” jika hanya memujana 5waktu dalam sehari, sedang Iman menjelma hanya saat itu saja. AKU BERIMAN tolong diam saja jangan katakana itu yang berhak menilai hanya sang Cinta, kerasisan hanya akan menegelamkan kedalam neraka terdalam walaupun teriak sekencang-kencangnya “Muahammad, Muhammad, Muhammad” ia takkan memberI safaat, malah ribuan malaikat akan bergantian memecah kepalamu yang mati-hidup, mati-hidup.

Surga yang kata nabi “jika kamu membayangkan tentang itu maka bukan itu” filosofi yang belum terpecahkan sampai sekarang, itu bertanda bahwa dalam peribadahan takpatut berharap pamrih, jangan heran jika kata munafik mencampakkanmu dari surga kelak, surga bukan tempat orang-orang yang berharap timbal balik dari apa yang dilakukanya, tapi surga tempat para Nabi dan Sahabatnya yang keiklasanya melibihi aliran nafasnya, masi pantaskah disebut diri ini beriman? Tak perlu dijawab, jangan narsis jika keimananmu hanya seperti kotoran yang menempel di ujung kuku atau seperti gudal di gusi. Masi ingat kata dunia bahwa orang yang pintar adalah orang yang mengatakan dirinya bodoh, coba raba apa kata dunia tentang itu.
Ini bukan kebenaran, sekali lagi ini hanya coretan, coretan yang aku anggap ini nostalgia, nostalgiya cinta kepada sang pencipta, saat aku masih seberkas cahaya sebelum berdarah dan berdaging.

Aku takpernah mengigat waktu itu karena tentu saja pasti saat itu aku masih sangat suci sebab aku belum menjadi aktor yang terjun dalam persandiwaran, hanya saja aku masih dilatih di sanggar teater dan belum tersertifikat untuk pentas, entah kapan aku turun aku tak pernah sadar  tiba-tiba saja aku sudah berada di atas panggung ya..panggung itu bernama “DUNIA”, pangung yang benar-benar megah layaknya panggung yang menghabiskan miliaran rupiah. Uppss..maaf panging dunia takbernilai akgka tapi bernilai kuasa. Dalam persandiwaraan antagonis atau protogonis bermuara pada Aktor masing-masing, sebang Sutradara membebaskan Aktor berexperesi semaunya dan sesukanya hanya saja yang membangkan akan dilempar. 1..2..3..Exsien mulailah permainan, cintanya(Allah) akan meliputi setiap cinta yang mencintainya.
“Jalan Rosul adalah jalan cinta, kita adalah anak-anak cinta, cinta adalah ibu kita”, begitulah kiranya saat Jalaluddin Rumi bersyair tentang cinta.

Fahmi Toriq
Surabaya 021012. 01:34 AM




Senin, 16 Januari 2012

WAKTU HANTU

Sukmamu seperti waktu
Hasratku seperti hantu
Kita bertemu dipersimpangan waktu hantu
Berdansa pada malam bisu

Aku tak mengerti..
Kaupun tak menyadari…
Dunia berwujud surgawi
Menari disela sanubari sepi

Terengah…mendesah………
Aku melengguh panjang…………………….


Oooooooohhhhhhh…………
Mengerang memecah sunyi

Seperti kucing aku menyusu
Bagai anjing aku mengendus
Aku menjelma kuda liar takterkendali

Bilik ini tempat aku beradu
Diatas sajadah lusuh
Meminta membuat semua cemburu
Saling rebut  hingga ricuh




Kasihku untukmu…
Memutar waktu agar takberhantu

Fahmi
Surabaya,011612
6:30 PM

Selasa, 10 Januari 2012

JANCOX

Ketika ilusi kekejaman dunia mengancam
Ketidak adilan meluap dan menikam
……………….Gila dan mati…………………
Menjadi lambang sebuah tragedi

Saling sakiti menyertai hati
Dendam meliputi tuk membunuh
Kala itu mulut menjadi sangkakala
Teriakkan kata busuk yang seharusnya tak terlontar
Seolah menggetarkan dunia ketuhanan

Nama tuhan tak lagi popular
Tergeser dan runtuh


Jancok.…..Lagi-lagi……jancok
Menjadi syahadat semua umat

Jancok mempersatukan
Tak pandang agama tak pandang budaya

Semua katakan jancok
Saat kebencian mencekik
Semua teriakkan jancok
Kala hati mulai terusik

Jancok untukku Dan jancok untukmu
….....Semua memang jancok ……..

Jancok telah tertanam
Mendarah dan mendaging

Negera ini berbudaya jancok

Dan inilah seni  jancok

Katakan jancok untuk kekejaman
Teriakkan jancok untuk ketidakadilan

Sebut namaku tiga kali
Jancok….jancok….jancox


Fahmi toriq
Surabaya 110112
12:14

Senin, 02 Januari 2012

KEMANA CINTA

Kemana cinta…
Aku jatuh dan tertikam
Luka membuat ku terluka
Seakan dunia berubah kelam

Kemana cinta…
Diriku hampa
Tanpa siapa-siapa
Sendiri mengarungi samudra

Dimana cinta..
Saat darah tercecer habis
Dimana cinta...
Darah donor sudah menipis

Kemana cinta…
Dimana aku mencari
Rumah hati adakah cinta
Aku cari dan sepi

Kemana cinta..
Kosong tak ada harapan..
Sepi semakin menista.
Hanya berlabuh bersama kesedihan.

Kemana cinta..
Darah ku sudah habis
Kamana cinta..
Tak ada darah yang persis

Kemana cinta..
                        Disitu dihati mu..
Dimana cinta ..
                        Disitu dijiwa mu…


Fahmi
Gresik,122411
11:15 AM

IKAN SALMON

aku tersesat di jalanmu...
seperti ikan terperangkap dalam jala
kemana harus lari...
lubang sempit itu takmungkin buatku berlalu

mungkin memang wajan penggorengan sudah menanti
dan belati tajam sudah siap mencabiki..

perih dalam bayangan...
padahal belum terjadi

andai aku ikan hiu
sebelum aku masak akan ku gores terlebih dahulu

namun apadaya aku hanya salmon manis
yang siap disantap di meja makan
hidangan nikmat bagi setiap perut lapar

nasibku tak seberuntung duyung
disayang, dimanja dan dikasihi
walaupun menjadi tontonan dan penghibur di kebun binatang

fahmi
sby,020112