Kamis, 05 Desember 2013

METER TERAKHIR

Toriq Fahmi

Aku belajar naik sepeda, rodanya masih dipasang empat, dua hari kemudian ayah mencopotnya satu, sampai seminggu aku bersepeda roda 3, lalu ayah mencopotnya lagi, ini bagian paling sulit tapi aku tak kawatir sebab ayah memegangi dari blakang, 1 bulan aku belajar naik sepeda ditemani ayah, sampai akhirnya aku mampu mengayuh sepeda, tapi sayang saat memulainya ayah harus memeganginya. Senagnya bukan main bisa bersepeda.

Ibu menyuruhku mengantar roti ke rumah nenek, padahal belum bisa bersepeda sepenuhnya, taka apa katanya, biar ibu memeganginya, ayo naiklah, aku naik, lalu kukayuh dan ibu melepaskanya, aku menuju rumah nenek, jaraknya sekitar 2 KM, senagnya bisa membantu ibu. Di jalan aku bersimpangan dengan truk, aku berhati-hati mengatur keseimbangan, takut jika turun dan tidak bisa memulainya lagi, aku berhasil, ini rintangan pertama.

Di jembatan penghubung antara desa ibu dan desa nenek, ku lihat kawanku ramai memancing, mereka menyapaku, aku cuek sebab takut turun sepeda dan tak bisa memulainya lagi, malu jika meminta bantuan, aku dikatai sombong sebab sudah bisa bersepeda dan tak mau menyapa, tak apa besok disekolah aku pasang alasan, aku tidak mendengar dan tidak melihatnya, ini rintangan kedua.
Sampai di desa nenek, tinggal beberapa kilo lagi, kukayuh sepedaku pelan sebab jalanya bergelombang takut jatuh dan tak bisa memulainya, takut jika meminta bantuan orang, ada kubangan besar bekas genangan air hujan semalam, keseimbanganku goyah, jika kukayuh pelan tentu aku jatuh, jika kukayuh cepat pasti air itu akan muncrat dan takut mengotori orang lewat, aku tidak bisa menghindar sebab jaraknya begitu dekat, tanpa pikir panjang kukayuh cepat, dan “crat”, air genangan muncrat untung tak ada orang lewat. Rintangan ke tiga lewat.

Rumah nenek sudah dekat tinggal beberapa meter lagi, kukayuh pelan dan mengngatur nafas, capek menempuh jarak rumah ibu ke rumah nenek dengan sepeda, aku mengatur keseimbangan agar tak turun sebab tak bisa memulainya lagi, ayo rumah nenek sudah dekat, mencoba menyemangati diri. “Tit-Tit” bel speda motor dari belakang, aku kaget, aku turun dari sepeda, sial, bagaimana ini, bagaimana aku harus memulainya aku tak berani minta bantuan orang, padahal tinggal beberapa meter lagi, aku coba memulainya sendiri, orang-orang memandangiku, malu menjadi taruhan, sangat malu jika aku gagal, 1..2..3..yah spedaku oleng tapi aku bisa mengimbanginya, yah akhirnya aku bisa bersepeda dengan sempurna.

Surabaya 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar