Toriq Fahmi
Aku belajar naik sepeda, rodanya masih
dipasang empat, dua hari kemudian ayah mencopotnya satu, sampai seminggu aku
bersepeda roda 3, lalu ayah mencopotnya lagi, ini bagian paling sulit tapi aku
tak kawatir sebab ayah memegangi dari blakang, 1 bulan aku belajar naik sepeda
ditemani ayah, sampai akhirnya aku mampu mengayuh sepeda, tapi sayang saat
memulainya ayah harus memeganginya. Senagnya bukan main bisa bersepeda.
Ibu menyuruhku mengantar roti ke rumah
nenek, padahal belum bisa bersepeda sepenuhnya, taka apa katanya, biar ibu
memeganginya, ayo naiklah, aku naik, lalu kukayuh dan ibu melepaskanya, aku
menuju rumah nenek, jaraknya sekitar 2 KM, senagnya bisa membantu ibu. Di jalan
aku bersimpangan dengan truk, aku berhati-hati mengatur keseimbangan, takut
jika turun dan tidak bisa memulainya lagi, aku berhasil, ini rintangan pertama.
Di jembatan penghubung antara desa ibu
dan desa nenek, ku lihat kawanku ramai memancing, mereka menyapaku, aku cuek sebab
takut turun sepeda dan tak bisa memulainya lagi, malu jika meminta bantuan, aku
dikatai sombong sebab sudah bisa bersepeda dan tak mau menyapa, tak apa besok
disekolah aku pasang alasan, aku tidak mendengar dan tidak melihatnya, ini
rintangan kedua.
Sampai di desa nenek, tinggal beberapa
kilo lagi, kukayuh sepedaku pelan sebab jalanya bergelombang takut jatuh dan
tak bisa memulainya, takut jika meminta bantuan orang, ada kubangan besar bekas
genangan air hujan semalam, keseimbanganku goyah, jika kukayuh pelan tentu aku
jatuh, jika kukayuh cepat pasti air itu akan muncrat dan takut mengotori orang
lewat, aku tidak bisa menghindar sebab jaraknya begitu dekat, tanpa pikir
panjang kukayuh cepat, dan “crat”, air genangan muncrat untung tak ada orang
lewat. Rintangan ke tiga lewat.
Rumah nenek sudah dekat tinggal beberapa
meter lagi, kukayuh pelan dan mengngatur nafas, capek menempuh jarak rumah ibu
ke rumah nenek dengan sepeda, aku mengatur keseimbangan agar tak turun sebab
tak bisa memulainya lagi, ayo rumah nenek sudah dekat, mencoba menyemangati
diri. “Tit-Tit” bel speda motor dari belakang, aku kaget, aku turun dari
sepeda, sial, bagaimana ini, bagaimana aku harus memulainya aku tak berani
minta bantuan orang, padahal tinggal beberapa meter lagi, aku coba memulainya
sendiri, orang-orang memandangiku, malu menjadi taruhan, sangat malu jika aku
gagal, 1..2..3..yah spedaku oleng tapi aku bisa mengimbanginya, yah akhirnya
aku bisa bersepeda dengan sempurna.
Surabaya 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar